Langsung ke konten utama

cermin kebaikan

pemateri : ummi ida nur 

beliau menuturkan sebuah kisah yang diceritakan seseorang padanya.


“ Pada awal saya menempati rumah baru, sungguh saya dikagetkan dengan perilaku para tetangga yang sebenarnya juga para kakak ipar saya...” begitu tuturnya memulai cerita.
“ Memang apa yang mengagetkan itu...?” tanyaku sambil merapikan barang-barangku. Kami sedang bersama-sama nyantri, dan dia adalah teman sekamarku. Saat itu kami berbincang tentang konflik dalam kelu
arga besar.

“ Saya pergi mengisi taklim dan rapat di luar kota, hingga pulang sudah malam. Saya terkejut mendapati cucian saya dalam keadaan basah kuyup kehujanan dan tidak ada yang membantu mengangkatkan. Memang saya tidak pesan menitip cucian, namun ketika esoknya saya ceritakan tentang cucian yang kehujanan, tak tampak ekspresi terkejut, atau menyesal, atau permintaan maaf atau peristiwa itu. Mereka hanya diam saja. Saya amati perilaku tidak care ini bukan hanya dalam masalah cucian...” ia mengambil nafas menerawang dan tersenyum.

“ Misalnya saja, kalau mereka sedang makan dan ada orang lain, mereka tidak merasa perlu untuk menawari makan. Atau melihat kemenakannya sendiri membutuhkan sesuatu, mereka juga tidak ada keinginan menolong. Itu seperti telah menjadi budaya nafsi-nafsi. Cueklah...”

Aku masih setia mendengar penuturannya.
“ Maka saya niatkan untuk mengubah semua itu. Saya akan tinggal di sini dan saya tidak ingin lingkungan ini dalam situasi yang tidak menyenangkan. 
Setiap kali turun hujan, tanpa diminta saya akan mengangkat jemuran mereka. Bahkan kalau tidak hujan sekalipun, saat cucian telah kering, saya angkatkan, saya lipatkan rapi dalam keranjang, lalu saya letakkan di rumahnya. Jika saya memasak sesuatu, saya lebihkan saya antar ke mereka...”

“ Jika ada yang sakit, saya selalu sempatkan untuk menengok, masuk ke kamarnya, mengeroki, memijit, atau mengantar untuk periksa. Mengurus anak-anak mereka selama mereka sakit. Jika saya melihat barang tercecer di halaman dan saya tahu itu milik siapa,misalnya sendal, sepatu, baju, mainan, saya akan kembalikan ke rumah yang memilikinya. Semua itu saya lakukan pada ipar-ipar saya karena kami tinggal saling berdekatan....”

“ Beberapa waktu kemudian saya mulai melihat perubahan. Mereka menjadi baik sekali pada saya. Mereka lakukan hal yang sama untuk saya. Jika saya pergi seperti sekarang ini, saya tidak khawatir lagi tentang jemuran yang kehujanan, anak-anak saya sudah mandi atau makan. Mereka akan membantu mengurusnya tanpa diminta. Jika saya sakit, berbondong mereka menjenguk dan menawari bantuan apa saja....”

“ Sekarang keluarga besar saya, adalah keluarga besar yang hangat, saling membantu, saling berbagi, saling menyayangi. Jika ada yang bertanya, apakah enak tinggal bersama keluarga besar, saya jawab...enak sekali...senang sekali...”

***
Saya sedang mencoba menyelami pergulatan peristiwa yang dialaminya. Tentulah tidak sesingkat dan semudah penuturannya. Dinamika hubungan dengan keluarga besar sangat kompleks. Tinggal berdekatan dengan ibu mertua, kakak ipar, kemenakan, yang telah ‘jadi’ dalam pola hubungan., sementara itu, hadir sebagai pendatang, haruslah pandai menyesuaikan diri.

Tentulah ada masa-masa berat yang dialaminya, ada rasa sakit yang pernah diterimanya, ada kecewa, sedih dan duka bertemu dengan prilaku yang berbeda dengan keluarga asalnya. Keluarganya dulu adalah keluarga hangat, perhatian dan penuh cinta. Maka ia kuatkan diri untuk melawan semua rasa negatif itu dan berjuang untuk membuat iklim dan tatanan baru.

Hanya seseorang dengan ketulusan niat, kekuatan tekat dan keteguhan hati yang akan sanggup melakukannya. Sendirian menebarkan kemuliaan akhlak dan rahmat untuk sekitarnya, tentu membutuhkan kekokohan maknawy yang luar biasa. Lantaran suaminya juga hanya di akhir pekan membersamainya.

Butuh proses dan keshabaran untuk memulai dan menuai hasilnya. Namun keyakinan atas janji Allah bahwa balasan kebaikan adalah kebaikan, maka ia terus melakoninya. Alhamdulillah, Allah jua yang membukakan hati semua orang hingga melihat kebaikannya sebagai kebaikan, dan tergerak untuk menirunya.

Aku mengakhiri kisahnya dengan sebuah ungkapan :
“ Bahwa seringkali apa yang kita terima dari lingkungan kita, hanyalah pantulan cermin diri dan sikap kita. Jika kita baik, insya Allah cermin lingkungan akan memantulkan kebaikan. Dan berlaku sebaliknya.
Jika mendapat perlakuan yang kurang baik, maka lihatlah diri sendiri, diri kita yang harus kita rubah sebelum menuntut orang lain berubah.”

Dan kulanjutkan dengan sebuah kisah yang pernah kudengar dari seorang Ustadz :
“ Pada suatu ketika di Jepang ada seorang petani yang mendapatkan penghargaan karena hasil pertaniannya paling bagus. Petani itu telah mendapatkan penghargaan serupa selama beberapa tahun. Orang-orang kagum dengan prestasinya dan wartawan mewawancarai keberhasilannya.
Wartawan bertanya, apa rahasia kebrhasilannya, maka jawab petani itu :

“ Tidak ada rahasia. Semua yang saya ketahui telah diketahui oleh semua petani di sekitar saya. Saya beritahu mereka masa tanam yang tepat. Saya beritahu mereka tentang bibit yang bagus, pupuk dan perlakuan yang tepat. Semua saya ajarkan pada mereka, tak ada rahasia.”

Wartawan itu terkejut dan bertanya :
“ Mengapa demikian ? Bukankah mereka adalah saingan anda untuk mendapatkan penghargaan ini ?”

Petani teladan itu menjawab :
“ Saya tahu cara bertanam yang baik, bibit, pupuk dan sebagainya. Namun ada satu hal yang tidak bisa saya kendalikan, yaitu arah angin. Saya tidak tahu serbuk sari dari ladang mana yang akan membuahi tanaman saya, karena angin bertiup diluar kemauan saya. Untuk hasil panen yang sempurna, saya harus yakin bahwa semua petak sawah di sekitar saya, juga harus menjadi petak sawah yang sempurna. Semua harus bibit terbaik yang mendapat perlakuan terbaik. Itulah sebabnya saya bagi ilmu saya, agar saya yakin semua sawah ini adalah sawah yang sempurna. Dengan begitu, saya yakin, dari manapun angin bertiup, selalu serbuk sari terbaik yang akan membuahi tanaman saya....dan saya sudah membuktikannya”

Itulah komentar saya menutup kisah ini.

Jika kita ingin selamat akhlaq kita, bersih hati kita, dan produktif amal kita, maka carilah lingkungan yang baik. Kita dapat menciptakan lingkungan yang baik itu dengan dakwah dan teladan yang baik. Anak-anak kita harus tumbuh dalam siraman kebaikan dan disuburkan oleh pupuk kebaikan. Jika lingkungan kita baik, maka siraman kebaikan itu akan datang dari arah mana saja.

Dan terjadi sebaliknya. Maka untuk mendapatkan lingkungan pendidikan anak yang baik, ayo berbuat baik dan mendakwahi lingkungan kita. Insya Allah, Allah turunkan keberkahan dan rahmat untuk kita semua.

Jangan hanya mengeluh dan menjadi obyek pelengkap penderita.

Jadikan keluarga besar kita, di barisan pertama pendukung dakwah kita.


jazakillah ummi, saya belajar lagi
bagaimana saya selama ini dalam bersosialisai,
ternyata saya masih jauuuh dari akhlaq seorang muslim yang seharusnya
jika bertemu saudara lainnya , senyumnya tak mudah merekah untuk kita
mungkin memang seperti itu diri kita
tidak mudah menebarkan senyum kepada sesama
jika kita mendapat masalah, dan bingung mau minta tolong ke siapa
mungkin selama ini jika ada saudara kita  mendapat masalah, kita pun kurang peka akan masalahnya



ya rabbi
mampukan diri ini
untuk terus memperbaiki diri *_*
#untuk berubah menjadi baik memang membutuhkan waktu yang lama
tapi keputusan untuk menjadi baik itu, tidak butuh waktu yang lama
bissmillah

Komentar

Postingan populer dari blog ini

untuk diri

Buruknya kwalitas muamalah kita sebanding dengan rendahnya kwalitas ibadah kita. Kacaunya aktifitas hidup kita, sebanding dengan terpuruknya kwalitas maknawiyah kita. Banyaknya daftar kemaksiatan yang kita lakukan, sebanding dengan runtuhnya benteng keimanan kita…” pada saat sedang bermaksiat, pada saat itu pula telah kita tanggalkan keimanan kita!!!! Sekarang saatnya,... berhenti   maksiat di   hadapan Allah, maksiat tak hanya dilakukan oleh orang awam saja. Ia ibarat penyakit, yang bisa menimpa siapa saja, bahkan para ulama dan para pegiat dakwah sekalipun. Karenanya, b e r h a t i - h a t i... Ketika   sudah terlanjur, saatnya kita lepaskan diri dari jeratan tali kemaksiatan, kita keluar dari lingkaran kebathilan, kita angkat diri kita dari kubangan kezaliman, dan ingat, jangan hanya berhenti di tangga penyesalan saja. Dengan azzam (tekad) sekuat baja, melangkah terus ke anak tangga yang lebih tinggi. Lagi, lagi dan lagi.. agar gelombang kemaksiatan tak lagi ma...

RENCANA ALLAH SELALU LEBIH BAIK

Saat itu Halimah ditemani oleh suaminya yaitu Harits bin Abdul Uzza untuk mencari anak susuan. Dengan harapan nantinya ia akan mendapatkan upah dari orang tua anak yang disusui. Kendaraannya adalah seekor keledai yang sudah tua dan kakinya terluka, hingga lambat untuk berjalan. Disamping itu ia juga membawa unta yang kurus dan juga tua, serta beberapa kambing yang kurus dan tidak menghasilkan susu. Karena memang saat itu sedang terjadi kemarau panjang. Sesampainya di Makkah, mereka berpencar dan mencari bayi untuk disusui. Tidaklah semua orang melewati Muhammad (yang saat itu baru berusia satu pekan) kecuali mereka hanya sekedar melewati. Karena tahu bahwa Muhammad kecil adalah anak yatim, tidak punya ayah, lalu siapa yang akan membayar mereka. Begitulah yang terpikir oleh mereka. Termasuk juga Halimah yang ketika itu sudah ditawari untuk menyusui Muhammad namun ia juga menolak dan melewatinya. Waktu mulai beranjak gelap dan semua rombangan Bani Sa'ad sudah mendapatkan seorang bayi...

Sosial media ya untuk bersosialisasi .....dong

Bismillahirrahmanirrahim Bismillahirrahmanirrahim Lama sekali nggak ngisi blog nih, mau nulis unek2 aja nih.  Hari Sabtu lalu saya pergi ke dokter gigi, klinik milik teman SMA saya namanya F, tapi saya minta ke teman saya yang lain D untuk menangani gigi saya di kliniknya F, D memang praktek di sana juga  Setelah selesai, mengobrolah saya dengan F, rumah tinggal F di lantai 2 lantai 1 digunakan sebagai klinik dental dan skin care  F ,, yang sebelumnya pernah mengajak saya untuk mengaji salafi, by phone kita ngobrol, ternyata memang sudah sering mengikuti kajian salafi dan makanya dia mengajak saya  Beberapa hal memang tidak pas dengan 'hati' saya,. , , gmn ya... Kalau kita merasa nyaman dan klik kita pasti akan mengikuti begitu saja ....hati ini berkata "Iya ini... gitu" Tapi untuk salafi contohnya, kata F .. sebenarnya Kalau kajian juga tidak boleh itu video video gambar orang, Kalau kajian juga harus hanya suara..gt katanya...yang sesuai syariat... Karena gambar ya...