Langsung ke konten utama

INSPIRASI DARI KISAH BOLU PISANG DAN ES KRIM PART 2

 (Ya Allah Mbak, maaf ya aku lupa. Ini suami berubah pikiran, awalnya dia bilang berangkat habis Zuhur eh tahunya jam sepuluh udah mau buru-buru. Jadi gak sempat kasih kabar. Mbak, jual bolunya sama orang lain saja ya, aku udah otw ke kampung.

Aku langsung terduduk lemas. Ya Allah, ya Allah, ya Allah. Apalagi ini? Aku tak meminta banyak ya Allah, hanya es krim saja. 

Peluhku yang sudah sejak tadi mengucur, kini bercampur dengan air mata. 

Siapa yang ingin membeli bolu pisang tanpa gula dengan rasa manis yang alakadarnya? 

Ya Allah, berkali aku menyeka air mata yang terus membasahi wajah. 

Sulungku berhenti merengek, ia langsung diam melihat air mataku. Lama ia menatapku iba. Kedua netranya mulai berkaca. Tak tega hati ini melihatnya. Ia hanya ingin es krim seharga 5000 ya Allah.


"Dika gak akan minta es krim lagi Bu, tapi ibu jangan nangis." Dika kecilku berkata dengan suara yang bergetar. Sepertinya ia pun menahan tangis. 

"Kita pulang, Nak," ucapku. Dika mengangguk, si bungsu pun tangisnya mulai mereda. Sepertinya ia mengerti akan kegundahan hati ini. 

Ya Allah, beginilah rasanya. Sakit ya Allah, sakit, sakit, sepele bagi mereka namun begitu berat bagiku. Bahan-bahan bolu itu adalah modal terakhir dan kini seolah sia-sia. 

Ya Allah, berkali aku menyebut nama-Nya. Berat, sungguh berat, belum lama suamiku pergi dan kini rasanya aku lemah. 

Tak banyak ya Allah hanya ingin es krim saja, itu saja, untuk menyenangkan buah hatiku dan kini bukan untung yang kudapat malah kerugian yang telah nyata di depan mata. 

Aku baru saja memasuki halaman rumah kontrakan ketika Bu Tia tetanggaku kulihat telah menunggu. 


"Eh, ibunya Dika, dicariin, untung cepat pulang." 


"Ada apa Bu?" tanyaku. Semoga saja wanita baik ini akan memberikanku perkerjaan. Apa saja boleh, bahkan yang terkasar sekalipun akan kuterima. Tapi gak mungkin, di rumah besarnya sudah ada dua pembantu yang siap sedia. Aku kembali membuang anganku. 


"Gini, ibu jangan tersinggung ya." Bu Tia menatapku. 

Aku mengangguk, ingin kukatakan bila rasa tersinggung itu sudah lama lenyap dalam kamus hidupku. 

"Papanya anak-anak kan baru pulang jemput kakek neneknya dari bandara. Ya dasar laki-laki tahunya kan cuma nyenengin anak tapi gak tahu yang baik.

Aku mengangguk walau belum paham kemana arah pembicaraan. 

"Masa dia ngebeliian anak-anak es krim sampai lima buah. Padahal anakku kan masih batuk pilek parah. Jadi, daripada buat rusuh, mau ya Bu nerima es krim ini, untuk Dika dan adiknya." Bu Tia menyerahkan plastik putih berisi es krim padaku. 


Aku terdiam tak sanggup berkata-kata.


"Asikkk." Dika bersorak, aku masih bergeming. 

"Lo, yang ibu bawa itu apa?" tanya Bu Tia melirik kantong hitam berisi dua kotak bolu pisangku. 

"Bolu pisang Bu, tapi gak manis, kebetulan yang mesan batal.

"Wah kebetulan, neneknya di rumah itu diabetes jadi gak bisa makan manis. Saya beli ya untuk cemilan." 

"Benar Bu?" Aku bertanya tak percaya. 

"Iya, berapa harganya?


"Berapa saja, Bu. Terserah, asal jadi uang." 

"Ya sudah." Bu Tia menyerahkan dua lembar uang merah ke dalam genggamanku

"Ya Allah Bu ini kebanyakan ," ucapku. 


"Sudah, gak apa. Ambil saja, kalau mesan yang kayak gini emang mahal kok Bu." Bu Tia langsung mengambil kantong berisi bolu pisang dan bergegas pergi. 


Aku masih diam dengan air mata yang mulai menetes lagi. Baru saja mengeluh akan pahitnya hidup dan kini semua telah terbayar lunas. 


***


Bu Tia meletakkan bolu pisang yang baru ia beli di atas meja makan. 

Ia duduk dan memandang dua kotak bolu pisang itu dengan tatapan berkaca. 

Sungguh zolim sebagai tetangga, bahkan ada seorang janda yang kesusahan pun ia tak tahu. Sementara baru saja ia membeli tas branded seharga jutaan dan tak jauh dari rumahnya ada seorang anak yatim merengek pada ibunya hanya demi sebuah es krim. 

Untung saja Fahri putranya bercerita, bila tidak pastilah kezoliman ini akan terus berlangsung.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bagaimana Cara Hidupmu, Begitulah Nanti Cara Matimu Bagaimana Kondisi Matimu, Seperti Itu Pula Kamu Dibangkitkan Dari Kuburmu

Catatan khutbah Ust Bachtiar Nasir yang saya download ini untuk saya sendiri sangat nampol , rasanya seperti ditampar oleh sebuah kebenaran. Bagaimana tidak kita sering sekali lalai bahwa kita begitu dekat dengan kematian, bagaimana jika saat itu datang dan kita berada dalam kemaksiatan, kita berada dalam ketidak taatan kita pada Allah, kita masih terbelenggu oleh kebiasaan kebiasaan kita melalaikan waktu, dalam keingkaran kita pada semua nikmatnya, nikmat kesehatan, nikmat penglihatan, nikmat – nikmatnya yang tak terbilang, astaghfirullah Kematian itu tidak mengenal usia teman Kematian itu sama dengan rezeki, bukan dikejar, bukan dicari, kematian itu mendatangi kita Bertaqwalah pada Allah  dengan taqwa yang sesungguhnya JANGAN SAMBIL LALU Dunia ini penuh dengan tipu daya Kalau kita tidak bersungguh sungguh menjual diri pada Allah artinya kita telah menjual diri pada sesuatu yang semu Manusia di dunia ini pada umumnya mencari krhidupan yang semu, dan lari dar
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ  Doa yang biasa saya baca ketika akan Qiyamul lail Allahumma Rabba Jibriila wa Mikaaiila wa Israafiila Faathiros-samawaati wal ardhi ‘aalimal-ghaibi wasy-syahaadati anta tahkumu baina ‘ibaadika fiima kaanuu fiihi yakhtalifuuna ihdinii limakhtulifa fiihi minal-haqqi bi-idznika innaka tahdii man tasyaa-u ilaa shiraatim-mustaqiim   “Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi.   Wahai Rabb yang mengetahui hal-hal yang ghaib dan nyata. Engkau yang menghukumi (memutuskan) di antara hamba-hambaMu dalam perkara yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku, dengan seizinMu, pada kebenaran dalam perkara yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Engkau menunjukkan jalan yang lurus bagi orang-orang yang Engkau kehendaki.”)     (HR Muslim  1289) karena sebagai manusia saya merasa bodoh bodoh di hadapan ilmunya yang sangat kaya, yang tak habis jika 7 lautan sesudah keringnya sebagai tinta dan poh

batu bata

Bissmillah  Pernahkah kalian memperhatikan bangunan gedung atau rumah-rumah di sekitar kalian ? Apakah pernah melihat gedung atau rumah yang sedang dibangun? Nah, mungkin kalian pernah melihat para pekerja bangunan sedang menyusun batu bata tetapi mereka tidak menyusunnya lurus dengan batu bata yang di bawah dan di atas. Kira-kira, apa ya, alasannya? Batu bata tidak disusun lurus dengan batu bata yang ada di bawah dan di atasnya karena jika susunannya lurus, gedung/rumah itu akan mudah roboh. Selain itu susunan batu batapun tidak boleh berurutan antara susunan di atasnya atau di bawahnya, tetapi selang-seling. Batu bata tidak disusun lurus agar masing-masing batu bata dapat mendukung batu bata yang ada di atasnya, dan di sebelahnya. Mendukung dengan apa? Dengan gaya dorong dan gaya tekan yang dikeluarkan oleh masing-masing batu bata. jawabannya mereka bertindak saling melengkapi. jika ada yg bermasalah, saling bertahan, saling menyokong, bukan mendiamkan diri  di